Dialah
Sahabatku
Pagi yang cerah ini, setelah aku
samapai di sekolah, aku duduk di kelas
di bangkuku. Tak lama kemudian Gina teman sebangku sekaligus sahabatku datang.
Dia terliahat sangat pucat dan lesu pagi ini, belum lagi matanya terlihat
sembab seperti semalaman ia menangis.
“Hai
Gin, hari kenapa kamu datang agak siang? Tidak seperti biasanya”. Sapaku kepada
Gina. Namun Gina tidak menjawab pertanyaanku,m ia hanya tersenyum kecil
kepadaku. Entah apa yang terjadi dengan sahabatku itu tak biasanya ia begini.
Semalam pun saat aku menelfonnya, handphonenya tidak aktif. Apa yangb
sebenarnya terjadi dengan sahabatku itu.
Bel
masuk berbunyi, jam pelajaran pertama pun dimulai.
“Pagi
anak-anak”. Sapa bu Rani ketika ia masuk kelas. Bu Rani adalah guru Biologi yang
sekaligus menjadi wali kelas kami. Semua anak menggemari pelajaran biologi
terutama aku dan Gina.
“Pagi
bu...” Jawab seluruh anak di kelas dengan penuh semangat, kecuali Gina,
lagi-lagi ia hanya diam.
Setelah
bel pulang sekolah aku pergi ke perpustakaan, biasanya Gina menemaniku. Namun
hari ini ia tidak di sini, saat bel pulabng sekolah tadi Gina langsung
buru-buru pulang.
Keesokan
harinya. Hari ini aku datang sedikit terlambat karena tadi sempat mencari buku
pelajaran yang hilang dan syukurlah buku itu tidak hilang. Sesampai di kelas,
aku tidak melihat Gina. Padahal hari ini sudah siang tapi mengapa Gina belum
datang juga. “apa ia tidak masuk hari ini?” tanyaku dalam hati. Bel masuk punn
berbunyi sepertinya Gina memang tidak masuk hari ini.
“Feni,
kemana Gina? Kenapa dia tidak masuk hari ini?”
tanya Anggi, ketua kelas di kelasku.
“Akun
juga tidak tau, mungkin saja dia sakit”. Jawabku
“Kamu
kan temannya, kenapa tidak tau?”
“Sejak
kemarin malam handphone Gina tidak aktif, jadi aku tidak bisa menghubunginya”.
“Baikalah
kalu begitu, kalu sudah ada kabar
tentang Gina, kamu kasih tau aku ya”.
“Oke
deh”.
Hari ini Gina tidak masuk lagi, ini sudah hari
yang ke-3. Kemana Gina, ada apa dengan Gina? Saat bel istirahat aku dipanggill
ke ruang guru untuk menemui bu Rani wali kelasku.
“Feni, bagaimana apa ada kabar
dari Gina?” tanya bu Rani.
“Belum ada bu, handphonenya juga
masih belum aktif”. Jawabku.
“Apa kamu tau dimana rumahnya?”
“Tau bu.”
“Pulang sekolah ini kamu ikut ibu
ke rumah Gina, kita ke rumahnya sama-sama saja, bagaimana fen?”
“Baiklah bu, saya ikut. Kalau
begitu saya izin permisi untuk kembali ke kelas”
“Ya, silahkan.”
Setelah bel pulang, aku dan bu
Rani bergegas pergi menuju ke rumah Gina. Sesampainya di sana, rumah Gina
terlihat sepi seperti tidak ada orang di sana.
“Bu,
ini rumah Gina.” kataku sambil menunjuk kesebuah rumah. “Sepertinya tidak ada
orang bu.”
“Iya
Fen, tapi sebaiknya kita coba lihat ke dalam dulu.”
“Assalamualaikum.”
kataku sambil mengetuk pintu rumah Gina. Belum ada jawaban. Aku dan bu Rina
terus mencoba mengetuk pintu rumah Gina secara bergantian, namun tidak ada
jawaban. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang, namun disaat kami ingin pulang,
tiba-tiba ada yang datang ke rumah itu. Ternyata itu bik Inah, pembantu di rumah
Gina. Dengan sedikit berlari aku menghampiri bik Inah.
“Bik,
Gina kemana bik?” tanyaku dengan sedikit lelah.
“Non
Feni. Sabar non sebaiknya non masuk dulu ke dalam, tidak enak kalau mengobrol
di luar. Ajak juga ibu itu masuk non.” kata bik Inah pelan dan tersenyum
menyapa bu Rani.
Akhirnya
aku dan bu Rani masuk ke dalam rumah, benar ternyata, rumah itu tidak ada orang
hanya ada bik Inah yang baru saja datang.
“Ini
non, bu, silahkan diminum.” kata bik Inah sambil memberikan minuman.
“Iya
terima kasih.” kata bu Rani
“Bik,
rumah kok sepi banget? Gina, om, dan tante kemana bik?” tanyaku
“Jadi
begini non ceritanya. Sebenarnya seminggu yang lalu saat non Gina dan mamanya
pergi ke Mall, tidak sengaja ibu (panggilan bik Inah kepada orang tua Gina)
melihat bapak sedang makan di restoran tapi bapak tidak sendiri bapak makan
bersama wanita, wanita itu adalah sekertaris bapak di kantor. Nah beberapa hari
yang lalu ibu dan bapak bertengkar, ternyata bapak mengakui bahwa dia memang
benar berselingkuh dengan sekertarisnya di kantor. Kemudian tanpa berfikir
panjang ibu langsung meminta bapak untuk menceraikan dirinya. Ternyata non gina
mendengar pertengkaran itu. Akhirnya ibu mengajak non Gina pergi meninggalkan
rumah. Hanya bibik dan bapaklah sekarang yang tinggal di rumah.”
“Astaga,
kenapa Gina tidak pernah cerita kepada saya bik? kasihan kan Gina.” kataku
sedikit menangis.
“Sabar
fen, mungkin Gina belum siap untuk cerita.” Hibur bu Rani.
Setelah
mnedengar cerita bik Inah, aku hanya diam dan tidak tau harus berkata apa.
Karena bu Rani tau aku sedih, akhirnya bu Rani mengajakku pulang untuk
menenangkan diri.
3
bulan berlalu, tak terasa sudah tiga bulan hari-hari ku lalui tanpa adanya Gina
sahabatku. Banyak teman yang bertanya mengapa aku berubah sejak kepergian Gina.
Aku pu tidak tau, hariku tersa sepi tanpa adanya Gina di sampingku yang selalu
menemaniku di saat sedih ataupun senagn. Sedikit kecewa kurasa, mengapa di saat
sahabatku sedang sedih aku tidak ada di dekatnya. Aku hanya berharap semoga
Gina sahabatku, kembali kepadaku, saling berbagi cerita sedih ataupun senang.
Sahabatlah tempat yang paling tepat untuk bercerita, bercengkrama tentang kisah
senang ataupun duka. Hidupkku takkan berarti tanpa kau di sampingku, wahai
sahabatku.
Komentar
Posting Komentar